Manusia memang berhak membuat rencana, melakukan segala upaya, namun sudah tentu bahwa semua itu merupakan usaha, sebatas yang kita mampu untuk melakukannya. Bagi orang percaya - memahami bahwa, pada akhirnya Allah jua yang akan menentukan. Kehendak-Nya yang jadi.
Apapun hasil usaha yang telah dilakukan dengan sungguh-sungguh, harus kita terima dengan ikhlas hati, penuh rasa syukur dan suka cita. Rencana kita bukanlah rencana-Nya. Dengan berserah diri maka Dia akan senantiasa memberikan yang terbaik untuk kehidupan kita.
Doa adalah wujud penyerahan diri secara total kepada-Nya. Inilah titik yang membuat seorang beriman tidak akan pernah kecewa. Inilah perwujudan iman orang percaya, bahwa jika Allah mengabulkan doanya itu karena kebaikan-Nya yang luar biasa.
Namun - jika Allah tidak mengabulkan apa yang kita minta, itu juga karena kasih dan kebaikan-Nya yang luar biasa, sekalipun saat itu akal sehat kita belum bisa menangkap secara utuh. Penolakan Allah atas apa yang kita minta, selalu dilandasi oleh karena Allah memiliki rencana yang lebih baik bagi kita.
Barangkali masih banyak keinginan dan program kita, yang sepertinya hanya merupakan impian, “Tetapi siapa tahu ….. ?” Artinya bahwa tiada hal yang mustahil bagi Allah, apa yang kelihatan mustahil bagi kita – itu sangat mungkin bagi-Nya.
Karena itu - kita boleh terus bermimpi, berdoa dan berusaha, namun juga harus senantiasa bersukia-cita dan mengucap syukur dalam segala hal – apapun dan seberapapun yang kita terima.
Memang seharusnya, sebagai orang yang beriman, kita tidak saja percaya kepada-Nya, tetapi berani mempercayakan diri kepada-Nya. Kita sedang bertumbuh dari sekedar percaya bahwa Allah akan mengabulkan keinginan kita, menjadi mempercayakan seluruh jalan hidup dan hari depan kita kepada-Nya.
Kita memang boleh bermimpi, berdoa serta berusaha, tetapi keputusan terakhir ada di tangan-Nya, Allah yang Maha Kuasa lagi Maha Pemurah, dan bukan pada keinginan kita sendiri.
Untuk itu kiranya kita perlu mohon petunjuk-Nya, agar senantiasa diberi keheningan hati untuk menerima apa yang tak dapat kita ubah, dan keberanian untuk mengubah apa yang dapat kita ubah, serta kebijaksanaan untuk mampu membedakan kedua hal itu.
Kita hendaknya percaya bahwasa Allah lebih peduli dengan kebahagiaan kita, lebih daripada kecemasan kita akan nasib kita sendiri …..
Kita percaya bahwa hari depan kita sungguh ada di dalam jaminan-Nya. Jadi kita tidak perlu cemas, kuatir, apalagi sampai mencoba mengatur atau mendikte Allah. Iman kita bukanlah hanya sekedar percaya, tetapi mempercayakan diri kepada-Nya – sepenuhnya!*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar